Titik-titik air hujan mulai turun ke bumi, menari diantara mendung berkepanjangan sejak tadi pagi. Terlihat dari atas awan mendung, payung-payung hitam para manusia menari menemani sang hujan. Kulit bumi pun basah terhujani olehnya, menikmati berkah dari sang Pencipta. Gedung-gedung pencakar langit yang sombong, tampak malu terhujani secara tiba-tiba. Seolah mereka kalah oleh kehendak langit yang basah oleh air matanya.
Di tengah hujan yang sepi dan basah. Sesosok bermantel hitam dan menutupi kepalanya dengan kerudung mantel, berlari dengan tergesa-gesa dan sesekali menoleh ke belakang. Suara percikan air yang timbul dari langkahnya menemani sosok itu berlari ke arah gedung tua dan kusam. Si sosok berlari ke pintu depan yang lapuk dan menendangnya begitu saja tanpa rasa tanggung jawab. Dan terus berlari menaiki tangga pualam yang sudah tua. Dia terus berlari, tanpa mempedulikan rasa seperti tertusuk yang menyerang perutnya dan nafasnya yang tersengal-sengal menyakitkan.
Si sosok berbelok ke kanan, terus berlari melewati lorong beberapa ruang kamar yang berantakan dan kotor. Saat nafasnya semakin mencekik kuat tenggorokan keringnya, si sosok berhenti tepat di ujung lorong sekaligus di depan sebuah pintu hitam yang lapuk.
Tangannya bergerak menyentuh kerudung mantel dan membukanya. Tepat saat itu kilat menyambar beberapa kali. Terlihat sekilas wajah si sosok yang ternyata adalah seorang cowok. Rambutnya hitam pendek, selaras dengan wajahnya yang cool dan pucat kedinginan. Alis kanannya dibubuhi piercing, di bibirnya juga bertengger 2 piercing di sisi kiri.
Si sosok yang ternyata SHIKI itu mendobrak pintu dengan kakinya sekeras mungkin, hingga pintu hitam dan suram itu terpental menjauhi daun pintu. Shiki merentangkan tangan kanannya tak terlalu lebar dan mengibaskannya pelan. Sebuah pisau kecil menyembul dari lengan mantelnya, dan tetap berada di sana karena itu bukanlah pisau tangan biasa. Tapi sebuah pisau yang sengaja di tempel dan disembunyikan di balik lengan mantel. Agar bisa dipakai kapan saja sesuka hati, sekaligus untuk berjaga-jaga dari musuh yang mungkin saja sudah membuntutinya dari tadi.
Shiki melangkahkan kakinya masuk ke ruangan yang masih agak rapi itu dengan langkah pelan dan hati-hati. Ruangan itu amat kotor dan tak terawat. Daun jendelanya telah rusak, lantainya banyak yang berlubang, dinding kusamnya retak dimana-mana dan ruangan itu sama sekali tak ada perabot apapun. Hanya ada selembar kelambu merah yang masih kuat bergantung di tempatnya dan sebuah peti tua di sudut ruangan. Shiki mendekati petu tua yang terkunci itu dan berlutut di depannya.
Tiba-tiba terdengar suara “Klik” yang dekat di balik kepalanya.
----------------------------------------------------------
Shiki gelagapan saat terbangun tiba-tiba dari mimpi buruknya. Nafasnya terputus-putus, bersamaan dengan keringat dingin yang mengalir deras dari tubuhnya. Sementara tubuhnya lemas dan sedikit gemetar. Matanya berputar mengelilingi ruangan. Matahari telah bersinar terik dengan sombongnya, memerintahkan cahayanya menerobos masuk ke jendela kamar Shiki. Meja, almari dan beberapa barang-barang Shiki masih di tempat, tak ada yang berubah. Masih ada di tempatnya berada. Hanya saja, komputernya menyala sendiri. Padahal Shiki tak memakainya semalaman.
--------- fin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar