Senin, 22 November 2010

THE LIFE OF BROKEN CHAIN

10 years ago


Matahari mulai bangun dari tidur panjangnya, tersenyum muram di balik awan pagi yang sombong menghalangi. Di sebuah rumah sederhana, di lingkungan perumahan yang sederhana pula berkumpul banyak orang dan banyak petugas kepolisian. Aura muram melingkupi rumah yang kini di lilit oleh garis polisi itu. Para tetangga miris melihat mayat 2 suami-istri penghuni rumah itu dibungkus kantong mayat yang kini diangkat ke dalam ambulan putih meraung-raung sendu. Para petugas mencoba mesterilkan TKP dari orang-orang luar. Beberapa orang yang kebetulan lewat, hanya menoleh sebentar ke arah rumah penuh tragedi itu.

Suasana pagi itu amat muram, membuat nafsu makan terhenti dan keinginan terkubur. Tapi tak menyurutkan keingin tahuan dua detektif dari kepolisian untuk masuk ke dalam TKP. Mereka berjalan pelan, menelusuri tiap sudut dari rumah yang dicurigainya. Mencoba menyelami tiap-tiap jiwa dalam rumah itu yang mungkin masih tersisa di sana. Sementara petugas-petugas forensik yang lain menjalankan tugasnya masing-masing mulai dari mengumpulkan bukti, meneliti DNA yang mungkin tersisa, sidik jari serta jejak kaki yang tak terlihat.

Sabtu, 20 November 2010

The story of Broken Chain (part 2)

---------
si-pria mendekat perlahan ke arah si-bocah yang gemetar dan tubuhnya kaku tak bisa digerakkan. Dia menatap si-bocah dengan dingin. Tanpa belas kasihan setitik pun. Sunyinya malam mengalun bersamaan dengan langkah kaki si-pria yang semakin jelas mendekat. Lampu kamar yang samar dan lampu koridor yang padam, menambah suramnya suasana yang dialami oleh si-bocah. Membuat detak jantungnya makin cepat berpacu, seolah mendobrak rongga dadanya yang rapuh dan kecil.

Si-pria mendekati si-bocah dan berjongkok, merendahkan tubuhnya pada si-bocah. Memperhatikannya lekat-lekat tanpa sepatah kata apapun. Tangannya yang menggenggam pistol digerakkan pada si-bocah, dan menempelkan moncong pistol pada dahi si-bocah. Membuatnya shock minta ampun dalam hati dan keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Si-pria sepertinya menikmati aura ketakutan si-bocah yang mulai pucat dan hampir pingsan.

“bunuh, bunuhlah aku.............”, dengan suara yang gemetar, si-bocah menatap tajam si-pria dengan nyalinya yang mulai ciut.

Si-pria tetap diam, lalu dia membuka mulutnya, “kenapa??, kenapa kau tak memohon padaku untuk tetap menikmati hidupmu??”. Sedikit ada rasa kagum di balik kata-katanya yang tegas. Si-bocah mulai mencoba untuk tak gentar. “sudah tak ada lagi yang tersisa dalam hidupku, sudah sejak lama aku menyerah pada kenyataan hidup. Lebih baik aku mati saja”.

Si-pria tersenyum, lalu dia menarik pistol dari dahi si-bocah. Dia berdiri perlahan, sambil tetap memperhatikan si-bocah yang ternganga heran. “ikutlah denganku”, si-pria mengulurkan tangannya pada si-bocah.

Si-bocah terpaku di tempat, tak percaya pada apa yang didengarnya detik itu juga. Keringat dinginnya memudar, gemetarnya menghilang, berganti rasa kaget yang tak pernah ia percaya.
“ikutlah denganku, akan ku ajari kau cara hidup yang lain”, si-pria tersenyum padanya dan tetap mengulurkan tangan.

Si-bocah mengangguk, lalu dia berdiri dan menyambut uluran tangan si-pria.
“akan kuajari segalanya tentang dunia ini”

----------------------------------------------------------------

Rabu, 10 November 2010

DREAM [PLAYING GAME IN YOUR DREAM]

Titik-titik air hujan mulai turun ke bumi, menari diantara mendung berkepanjangan sejak tadi pagi. Terlihat dari atas awan mendung, payung-payung hitam para manusia menari menemani sang hujan. Kulit bumi pun basah terhujani olehnya, menikmati berkah dari sang Pencipta. Gedung-gedung pencakar langit yang sombong, tampak malu terhujani secara tiba-tiba. Seolah mereka kalah oleh kehendak langit yang basah oleh air matanya.

THE STORY OF BROKEN CHAIN

Cerita bermula di sudut ruang kelas yang kotor, seorang anak meringkuk sendirian di sudut itu. Anak kecil malang itu melipat kakinya sampai ke dada dan melingkarkan tangannya pada sudut kaki. Kepalanya menunduk sampai menyentuh lipatan kakinya yang penuh luka. Anak kecil berambut putih pirang kebiruan itu meringkuk kesepian, menghindar dari cemoohan kotor teman-teman sekelasnya yang lain. Mencoba lari dari kenyataan, bahwa dirinya dibenci dan dikucilkan tanpa sebab yang penting. Sementara anak-anak yang lain bersenang-senang di waktu istirahat ini, bermain, belajar, ke kantin dan bercanda. Tanpa menghiraukan si-bocah yang dekil dan bau, juga aneh.
Terdengar suara langkah kaki mendekati anak kecil malang itu. Tapi si-bocah tetap meringkuk di sudut sana. Langkah kaki itu terus mendekatinya tanpa ampun dan menendang kaki si-bocah.
“heh, bocah dekil. Ayo berdiri, agar aku bisa menendang mukamu yang aneh itu”, si-penendang berteriak pada si-bocah. Dia semakin menendang si-bocah dengan keras, sampai si-bocah mau mengangkat kepalanya.